Skip to main content

Posts

Showing posts from 2015

Mimpiku #1 -- Aku Seorang Farmasis. Akulah Apoteker ~

Aku seorang Farmasis. Akulah Apoteker. Sejak lulus SMA memang jurusan inilah yang aku pilih. Kenapa? Awalnya karena aku cinta dengan kimia dan struktur lalu di dukung pula dengan Ayah Ibu yang sangat ingin putrinya menjadi perangkat kesehatan negara. Maka jadilah aku sekarang. Seorang calon apoteker masa depan.  Sekarang sudah semester tujuh. Sudah masuk semester tua. Kalau menengok lagi ke belakang. Banyak hari-hari getir yang sudah berhasil ku lewati. Mulai dari begadang hingga subuh mengerjakan laporan. Tidak makan seharian karena habis kuliah langsung masuk lab. Ujian dua minggu full, bahkan harus menunda pulang ke Ruteng karena ada ujian ulang --yang ini jangan di tiru. Tapi ada mimpiku di balik semua keringat itu.   Hingga lelah akan terasa indah. Ada senyum Ayah dan Ibu yang menunggu. Ada doa yang mengiringi langkahku.  Aku menatap cermin dan tersenyum. Ku bayangkan akan jadi apa aku 10 atau 20 tahun lagi. Akan seperti apa kehidupanku. Apakah sud...

Sejak Pertama Dia Tersenyum

Jika kau tanya padaku, apakah aku mengenalnya? Ya, hanya sebatas tahu namanya. Hanya sebatas tahu asalnya. Hanya sebatas tahu tempat kuliahnya. Selebihnya? Aku tak tahu... Pernah bicara dengannya? Kalau percakapan saat dia menanyakan tempat wudhu itu di hitung. Atau saat dia mengingatkan resleting tasku yang terbuka juga di hitung. Atau saat dia menanyakanku tentang perkembangan laporan itu di pertimbangkan. Maka ya aku pernah bicara dengannya. Lalu bagaimana bisa mengaguminya sedalam ini? Entahlah. Kagum itu hanya muncul begitu saja. Saat pertama dia datang waktu itu aku sudah jatuh hati. Saat pertama dengar suaranya. Sejak dia tersenyum ~

Pujangga Seribu Pena

Aku suka sastra. Aku suka menulis. Tapi aku bukan penulis yang baik. Maaf ku ralat. Belum, aku belum menjadi penulis yang baik. Tapi bagiku menulis tentangmu tidak harus menungguku pandai menulis. Aku hanya perlu menutup mata dan mengingat caramu tersenyum. dan dengan sendirinya kata-kata itu terangkai. Menjadi bait-bait penuh makna. Karena untukmu, aku adalah pujangga dengan seribu pena ~ #Florisaurus

Hai Bojonegoro, apa kabar?

Hai Bojonegoro, apa kabar? Aku masih ingat hari itu ketika tiba dikotamu, aku disambut jingga senja yang menakjubkan. Matahari mulai redup di balik pohon-pohon rindang di perbatasan sawah hijaumu. Aku selalu suka jingga senja beradu dengan hijaunya alam, satu lagi hari yang lelah sudah terlewatkan. Senja itu aku memulai langkahku untuk menghadapi tantangan, keluar dari zona nyamanku. Senja itu aku memutuskan untuk berdamai dengan diriku sendiri, untuk mengabdi. Senja itu aku merayumu, maukah kau menerimaku? Warna-warni pelangi almamater dari 13 perguruan tinggi muhammadiyah menghias kotamu pagi itu. Untuk pertama kalinya bertatap muka, saling menyapa. Dari 233 mahasiswa aku dipertemukan dengan delapan wajah baru. Awalnya tampak sedikit menakutkan. Bagaimana tidak? Selama sebulan aku akan berada di tempat yang baru dengan orang-orang yang baru pula. Aku akan menjalani hari-hari dengan orang yang baru saja aku kenal. Bertukar pikiran dengan mereka, dan aku yakin akan sangat sulit ...

Memantaskan Diri

Kau terlihat jauh Bukan, bukan karena jarak Cahaya senjapun paham jarak kita memang jauh Tapi.. Yang membuatmu terlihat jauh adalah.. Aku Dzolim rasanya jika aku jatuh hati padamu Sebab kau pantas dapatkan yang lebih baik dari aku Sungguh pantas.. Logikaku sudah menasehati hatiku untuk menyerah mengharapkanmu Namun hatiku sungguh bebal Hatiku ingin berjuang Lalu.. Hatiku menuntun logikaku untuk berjanji Untuk memantaskan diri Untuk pantas bersamamu Kini.. Aku sedang berproses Memantaskan diri Menjadi lebih baik Aku sedang merayu Sang Pemilik Hati ~

Terlintaskah namaku dalam doamu?

Wahai kau pria dengan wajah teduh Apa kabarmu disana? Aku seperti biasa masih memikirkanmu Masih terpaku dengan angan-angan tentangmu Tentang wajah teduhmu yang tak berani kupandangi Wahai kau pria dengan wajah teduh Sudahkah kau tersenyum hari ini? Aku seperti biasa masih tersenyum setiap mengingatmu Masih hafal gurat indah wajahmu ketika tersenyum Tentang riangnya suaramu yang tak kulupakan Wahai kau pria dengan wajah teduh Sering hatiku ngilu setiap meniti lagi memori tentangmu Tapi bagaimana? Kita bahkan tak punya kenangan apa-apa bersama Hanya ada aku yang tak pernah sanggup menatapmu Hanya ada aku yang tak punya nyali menyapamu Wahai kau pria dengan wajah teduh Sudah ku membentak hati untuk berhenti Logikapun sudah susah payah menasehati Namun namamu seperti enggan pergi Bagaimana denganmu? Terlintaskah namaku dalam doamu? Ahh, kau begitu jauh di utara sana ~