Skip to main content

Dua puluh satu tahun usiaku untuk apa?

Dua puluh satu tahun usiaku untuk apa?

Pertanyaan ini berkecamuk liar dalam kepalaku malam ini. Tiba-tiba saja aku merasa marah pada diriku sendiri. Aku merasa tak berguna. Rasanya hidupku yang sudah lebih dari dua puluh tahun ini sia-sia. Tak ada prestasi yang bisa kubanggakan. Seperti semua yag kujalani selama ini hanya tulisan-tulisan usang yang tak bernilai.

Ini tahun terakhirku. Sudah lebih dari tiga tahun aku menyandang gelar mahasiswa yang katanya agent of change, namun rasanya aku belum melakukan apa-apa. Belum bisa memberikan sesuatu yang berharga untuk almamaterku dan untuk bangsa. Lalu masih pantaskah aku menyandang gelar sakral itu? Masih layakkah aku menyebut diriku mahasiswa?

Apa yang aku kerjakan selama ini? Hanya mencetak abjad-abjad diatas lembar transkrip nilai? Atau hanya menyibukan diri sambil mengenakan baju putih dan menghabiskan waktu di laboratorium? Lalu mana hasilnya? Tak pernah ada hasil penelitianku yang bisa kubanggakan, TIDAK ADA. Tak ada yang berguna, atau lebih tepatnya aku memang tak ada niatan untuk menghasilkan penelitian yang berguna. Dan abjad-abjad itu? Tak pernah menyentuh angka cumlaude bukan? Lalu apa yang bisa aku banggakan dari empat tahun masa mahasiswaku kelak? TIDAK ADA.

Dua puluh satu tahun usiaku untuk apa?

Seandainya saja Pertiwi bertanya. Rasanya aku akan sangat malu pada Pertiwi atas usiaku yang percuma. Aku yakin Pertiwi tak akan marah. Tak juapun akan kecewa. Tapi bagaimana? Akankah aku ikhlas meninggalkan Pertiwi tanpa kenangan tentang aku? Akankah aku rela pergi tanpa pernah membuat Pertiwi tersenyum? Aku benci pertanyaan-pertanyaan ini.

Dua puluh satu tahun sudah usiaku. Dua puluh satu yang bejalan begitu cepat. Dua puluh satu tahun sudah aku mengukir ceritaku dalam catatan hidup. Sayangnya, tak ada catatan yang spesial. Tak ada catatan yang bisa membuat Pertiwi tersenyum. Atau setidaknya catatan yang bisa membuat alamamterku bangga. Dua puluh satu tahun yang sia-sia.

Sudahi. Sudahi semua penyesalan ini. Dua puluh satu tahunku yang sudah berlalu tak akan kembali, tapi buku catatan hidupku masih banyak memiliki lembaran kosong. Masih putih. Bersih. Lembaran-lembaran itu akan kuisi berbeda. Akan ada banyak prestasi didalamnya. Akan ada banyak cerita tentang kesuksesan. Tidak akan monoton lagi. Lebih berwarna. Dan yang pasti hidupku akan lebih berarti untuk banyak orang.

Tenanglah Pertiwi, aku akan membuatmu tersenyum meski hanya sekali ~

Comments

Popular posts from this blog

Ruteng is the City

Ruteng.. kota kecil di timur Indonesia, tepatnya propinsi Nusa Tenggara Timur. namanya mungkin tidak familiar di telinga anda. tapi nama ini sangat melekat dalam hati kami. nama yang selalu menjadi alasan kenapa " bahagia itu sederhana "..  di ruteng anda tidak perlu menghabiskan uang untuk membeli AC, kami sudah punya AC alam yang akan membuat anda membutuhkan lebih banyak jaket dan selimut. Ruteng.. kadang kota kecil kami ini di sebut kota mati. tanya kenapa? bukan karena di apit oleh banyak kuburan atau hutan belantara yang luas, bukan juga karena kami kekurangan stok penghuni. tapi karena kota kami adalah "kota dingin". lho? apa korelasinya dengan kota mati? saking dinginnya kota kecil kami ini, pukul tujuh malam semua penghuni sudah berpacaran dengan selimut masing-masing dan bersiap ke pulau "kapuk". itu alasan kenapa pukul tujuh malam kota kami sudah sepi dari tanda-tanda kehidupan. yang ada hanya lampu-lampu rumah yang menyala sebagai ta...

Penyesalan Selau di Akhir Kisah - 1

Ingatkah kamu saat pertama kali kita bertemu? Aku sudah sangat melupakannya aku tidak ingat kapan dan dimana kita pertama kali bertemu Yang aku tau saat itu kelas lima SD dan saat itu hari valentine Ada kado dan aku yang sangat sombong itu menolak menerima kado istimewa darimu Lalu semua berubah aku pergi jauh dari kota kecil kita dan meninggalkan semua cerita tentangmu Saat aku kembali Kau tidak pernah berubah Masih seperti dulu Masih menungguku Saat itu aku masih mengira bahwa “ini hanya cinta monyetmu” Lalu aku bersamamu Berjalan bersama menuju arah yang tidak pasti Dan   tiba-tiba untuk alasan yang tidak jelas aku meninggalkanmu Pergi dan meninggalkan luka Namun kau tidak meninggalkanku meski aku berlari menjauhimu Kau ikut berlari bersamaku Meski tanpa aku tahu Kini saat dewasaku Kau datang lagi dengan cara yang berbeda Tidak dengan kekonyolan masa kecil kita Kau datang dan mengingatkanku Betapa jahatnya aku yang selalu tid...

Tugas Sertifikasi II

Nama               : Novia Florisa NIM                : 12023272 Kelas               : 4C Kerukunan yang Ku Damba "From Ruteng with Love"             Aku adalah seorang perantau. Datang dari sisi timur Indonesia. Ruteng. Nama kota kecilku di pulau Flores. Ruteng dapat di katakan replikasi dari kulkas berukuran raksasa. Karena suhu di Ruteng yang sangat dingin. Kondisi kota kecilku ini memang sangat berbeda dengan bayangan orang – orang tentang kota – kota di timur Indonesia yang kering kerontang. Kota kecilku ini malah kelimpahan air, itu karena kota kecilku berada di daerah pegunungan.             Mayoritas masyarakat timur memang beragama nasrani. Sama halnya de...